SATUNUSA.CO, LOTIM - Soal "Emas Hijau" tembakau virginia tak kunjung tuntas. Selalu ada masalah. Mulai menanam hingga panen, berbagai persoalan kerap muncul. Seperti tahun ini, petani mengeluhkan anjloknya harga dan sepinya pembeli. Petani swadaya yang tidak bermitra dengan perusahaan yang paling merasakan dampaknya. Rugi. Produksi numpuk, tapi tidak ada yang lirik.
Karena itu, puluhan petani didampingi Serikat Masyarakat Selatan (SMS) dan APTI mendatangi kantor DPRD Lombok Timur untuk menyampaikan aspirasi mereka, Kamis (5/8/2019). Mereka membakar tembakau virginia/ krosok di halaman kantor DPRD Lombok Timur sebagai bentuk protes, karena mengalami kerugian akibat anjloknya harga dan sepinya pembeli.
"Ini simbol kekecewaan petani terhadap anjloknya harga tembakau," ungkap Sayadi yang mendampingi petani dii kantor DPRD Lotim.
Sepinya pembeli diantaranya karena faktor harga dan perusahaan tidak lagi membeli disebut-sebut karena alasan over kapasitas.
"Tidak ada pembeli yang datang, diluar binaan perusahaan, petani hampir stress," ungkap salah seorang peani asal Keruak, Budi saat hearing dengan anggota DPRD. Mereka menuding ada permainan dibalik turunnya harga tembakau ini.
Tampaknya tak mudah mengendalikan bisnis ini, termasuk bagi pemerintah. Seperti yang diungkap salah seorang perwakilan perusahaan yang hadir dalam pertemuan ini yaitu Iqbal Darmawan dari PT. BAT. Ia malah balik bertanya siapa yang membeli dengan harga murah? Karena perusahaannya tahun ini menetapkan harga lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu dari 46 ribu menjadi 47 ribu per Kg." Ini harus kita diskusikan, siapa middlemannya (red: perantara/ pihak penjamin antara buyer dan seller yang melakukan transaksi)," ungkapnya.
Untuk menetapkan harga, jelasnya, pihak sudah melakukan survei terkait kos produksi yang dikeluarkan dan melibatkan petani binaan dalam rapat penetapan harga.
Terkait dengan petani swadaya, salah seorang anggota DPRD Lotim Tanwir Anhar dari Partai Bulan Bintang berharap perusahaan daerah bisa turun tangan membeli tembakau petani swadaya, sehingga petani tidak mengalami kerugian sembari meminta perusahaan untuk mengakomodir pula petani swadaya.
Sedangkan Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur, H. Abadi, yang turut hadir dalam pertemuan ini menyampaikan pihaknya sudah menyampaikan keluhan petani ke perusahaan. Namun ada dua tipe pembeli tembakau petani, ada yang langsung ke pabrik, ada juga perusahaan yang menjual kembali ke perusahaan lain, sehingga rantainya makin panjang dan petani yang dirugikan karena perusahaan tersebut membeli tembakau petani dengan harga murah.
Selain harga, hal lain yang disampaikan perwakilan petani adalah soal grader (orang menentukan kwalitas). Perlu grader independen yang diawasi pemerintah dan Perda penetapan harga dasar tembakau. Namun ini disampaikan pimpinan rapat akan dikaji bersama, karena pembentukan Perda butuh kajian mendalam dan manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh petani di Lombok Timur.(rm)