SATUNUSA.CO, LOTIM - Kebijakan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, terkait penggunaan pakaian adat sasak sebagai pakaian kerja ASN di setiap hari Kamis, hendaknya diapresiasi sebagai langkah yang dimaksudkan sebagai usaha melestarikan, menguatkan nilai-nilai budaya di tengah masyarakat terlebih di kalangan ASN.
Pandangan tersebut dlontarkan Pengamat Kebijakan Publik Lombok Timur H. Hafsan Hirwan, S.H, Kamis, (21/11/2019) di Selong.
Menurutnya, penggunaan baju adat bukan sekedar euforia pakaian semata, namun harus merasuk ke makna yang lebih dalam lagi, yakni tumbuh kembangnya adab itu sendiri.
Adab ini harus ditunjukkan dengan ketaatan individu dalam menjalankan nilai dan norma, termasuk aturan perundang-undangan yang berlaku.
" Adat kumpulan dari adab dan bicara adab kita bicara norma, dan sangat ironis orang yang gunakan pakaian adat tapi tidak beradab," tegasnya.
Seorang yang mengenakan pakaian adat dalam melayani publik/masyarakat misalnya, harus pula dibarengi dengan adab pelayanan yang baik dan menjunjung tinggi tata krama dan tunduk atas aturan yang berlaku.
" Budaya adab juga penting dalam bekerja, jangan hanya euforia pakaian adat tidak dibarengi dengan euforia budaya adab,"ungkapnya.
Hafsan Hirwan mencontohkan, jangan karena seseorang menggunakan pakaian adat lalu melanggar norma dan aturan yang berlaku. Adat hendaknya membangun peradaban.
" Saya contohkan, tidak bisa karena kenakan pakaian adat berupa sapuk misalnya, terus tidak gunakan helm saat berkendaraan. Itu keliru," tegasnya.
Memang sinergi adat dan adab ini, papar Hafsan Hirwan tidak bisa seperti bolak balik tangan, semua pihak harus mengambil peran untuk membangun semua itu. Banyak tokoh adat dan budaya, harus lebih besar mengambil peran, bersinergi bersama Pemerintah dalam membangun peradaban.
" Harus sinergi dong semua pihak, sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing," ujar Hafsan Hirwan yang lebih akrab disapa Pak Not tersebut. (Dy. SN)